Kita tahu bahwa kata itulah yang saat ini digembar-gemborkan kepemerintahan kita. Isu pemberantasannyalah atau apalah. Memang banyak tuduhan-tuduhan yang dikasuskan, tapi hukuman yang diberikan tidak menuai efek jera pada koruptor lain. Dan saya sendiri berpikir untuk menjadi koruptor di Negeri ini, bagaimana tidak? Saya korupsi 2 atau 3 Triliyun hanya akan dihukum 8 atau 10 bulan penjara, paling berat 1 atau 2 tahun dan atau denda paling besar 1 Milyar, saya masih memiliki uang yang sangat banyak untuk tidak lagi bekerja di kepemerintahan. Saya bisa hidup senang, bukan begitu?Jika hukuman seorang Koruptor adalah Mati dan dimiskinkan, saya yakin, banyak yang akan berpikir ribuan kali untuk sekedar menerima Suap saja. Kenapa harus hukuman Mati? Karena hanya itu yang mereka takuti, Tuhan-pun sudah tidak mereka anggap sebagai Maha Mengetahui, apa lagi sekedar Penjara di Indonesia ini? Busuk. Dan kenapa juga harus dimiskinkan? Karena orang-orang seperti ini lebih takut miskin daripada aparat penegak hukum, percayalah! Karena hukumpun mereka beli untuk menghindari miskin itu tadi.
Faktor utama merebaknya Korupsi di Negeri ini adalah apa yang saya sampaikan di atas. Tapi disini saya tidak mau bermuluk-muluk mengajak pembaca untuk merevolusi negeri ini (Kata teman saya, belum saatnya, mungkin.). Dari faktor terkecil saja. Money Politic, apa hubungannya dengan Korupsi? Ini adalah hukum sebab akibat. Money Politic atau Politik Uang yang sudah membudaya di Indonesia ini, terutama di dalam generasi saya saat ini karena saya melihat apa yang ada saja, tidak perlu flashback karena hasilnya akan sama saja. Pemilihan Umum, identik sekali dengan hal ini, ya, politik uang.
Coba kita pikirkan, setiap kali ada pemilihan umum, misalkan Kepala Daerah saja, Gubernur, Bupati atau bahkan Lurah, semua menggunakan Uang. Permasalahannya adalah “Politik Balik Modal”, darimana mereka mendapatkan uang untuk dibagi-bagikan? Dipertanyakan. Ada yang dari Partainya (Kita bahas nanti yang ini.), ada yang dari pinjaman atau bahkan sumbangan dari pengusaha-pengusaha.
Jika mereka mendapatkan uang ini dari partai, dia akan menjadi Boneka Partai tersebut, tidak percaya? Silahkan lihat keadaannya sendiri. Jika dari Pinjaman, ini tidak lebih baik, pasti akan melakukan korupsi, karena kalau kita kaji, gaji seorang kepala daerah (kita ambil saja Bupati disini) selama masa jabatan itu tidak memadahi untuk menanggung beban uang yang dibagi-bagikan atau untuk membeli hak suara kita dan banyak lagi orang-orang pemilik hak suara dalam Pemilu, ujungnya adalah Politik Balik Modal, kita diberikan Rp. 50.000/orang tapi nantinya akan diambil kembali oleh dia dari kita yang bisa berkali-kali lipat jumlahnya, kita memang butuh uang, tapi tidak hanya untuk hari ini saja, bukan begitu? Kalau yang dari sumbangan pengusaha-pengusaha, yang diuntungkan anda tahu sendiri siapa.
Dan kalau kita kaji lebih jauh, menjadi seorang pemimpin itu sangatlah berat, iya tidak? Apa lagi memimpin ribuan bahkan jutaan orang, tapi kenapa sepertinya mereka-mereka ini berambisi untuk duduk di kursi kepemimpinan dengan menggunakan politik uang segala? Untuk apa saudara-saudara? Orang yang melakukan segala cara untuk mendapatkan keinginannya itu yang dinamakan Ambisius, adakah orang ambisius yang berambisi pada sesuatu yang sangat sulit untuk dijalankan? Kepemimpinan, satu kata yang sangat saya takuti, sungguh, dan orang-orang itu malah berebut dan rela mengeluarkan bagitu banyak dana untuk sampai di satu kata “Pemimpin”.
Revolusi negeri ini dari hal-hal terkecil seperti ini, hilangkan money politik, bukan mereka yang ingin menjadi pemimpin yang harus menghilangkan budaya politik uang ini, tapi kitalah yang menghilangkannya, harus!! Untuk menghindari apa yang saya katakan di atas. Pemimpin yang baik menurut saya adalah pemimpin yang Independen, memiliki Loyalitas pada negeri ini dan tanpa menggunakan segala cara untuk menjadi seorang “Pemimpin”. Ubah cara pandang kita, untuk generasi ini dan selanjutnya. MERDEKA!!!
adapted: ervyn.ilmugrafis.org

0 komentar:
Posting Komentar