Minggu, 12 Maret 2017

Biografi Orang Kecil

Kami orang biasa dan memilih hidup yang biasa-biasa saja. Orang-orang yang merasa dirinya besar itu senang sekali memanggil kami dengan sebutan orang kecil. Tak mengapa, kami sangat bersyukur dengan sebutan itu, karena kenyataannya kami memang orang kecil dan tidak pernah punya cita-cita untuk menjadi orang besar. Karena menurut orang langit, hanya orang kerdil yang butuh dengan kebesaran. Bagi kami, menjadi orang kecil, orang biasa, sudah sangat melebihi cukup dan Alhamdulillah. Hasbunallah.

Jadi sebagai orang kecil sejati, kami tidak pernah sekalipun mencari dan mengejar-ngejar yang namanya kebesaran. Bukan karena kami tidak punya kekuatan atau kesanggupan untuk itu, tapi karena kami memang tidak tertarik dan tidak terpesona oleh kebesaran, tidak tergoda oleh keterkenalan. Memang demikianlah kami orang-orang kecil ini. Dan lagi, kami tidak pernah merasa tersinggung dan marah jika dipanggil dengan istilah-istilah yang lain. Terserah mau memanggil kami dengan sebutan apa, entah itu rakyat jelata, masyarakat bawah, gelandangan nusantara, pengemis nasional, orang miskin, orang desa, orang pinggiran, sapi perah, atau apalah. Saya dan kami tidak masalah dengan semua itu. Asal jangan menyebut kami sebagai budak atau hamba, karena kami hanya menghamba, mengabdi dan melayani Tuhan. Tidak kepada selainNya!

Orang kecil tidak suka mengganggu kemerdekaan orang lain. Tidak senang menyerobot ketika antri. Pantang mengambil atau merampas yang bukan haknya. Malah hak kami yang sering dicopet dan dijambret oleh orang-orang besar itu. Tapi tak mengapa, kami tidak marah dan membenci. Kami memiliki hati yang luas untuk memaafkan siapa saja, kami memiliki jiwa yang semesta untuk menampung apa saja. Kami setia mendoakan kebaikan untuk setiap orang sesama makhluk ciptaan Tuhan. Orang kecil seperti kami bahagia dengan kesederhanaan. Kami hanya makan saat perut kami benar-benar lapar dan segera berhenti makan sebelum kenyang. Kami orang kecil juga tidak suka mengambil jatah nasi dan lauk orang lain. Kami hanya mengambil apa yang ada dipiring kami, hanya memakan apa yang telah kami perjuangkan, hanya menikmati apa yang telah Tuhan anugrahkan.

Orang kecil tidak pernah melatih jurus dan tinju pada tangannya, tidak pernah memberikan kursus tendangan pada kakinya. Karena kami orang kecil tidak pernah berniat untuk memukul, menginjak atau menendang orang lain. Tak pernah terlintas dibenak kami untuk menindas orang lain. Kami tidak pernah bermimpi untuk mendirikan kerajaan di ruang dan waktu ini, apalagi untuk mencaplok bumi raya ini. Kami sama sekali tidak bernafsu untuk menguasai siapapun kecuali belajar terus mendidik diri kami sendiri. Orang kecil seperti kami tidak punya ingin untuk menyakiti orang lain. Kami haramkan diri kami untuk hal-hal hina dina dan najis seperti itu. Kami selalu ingat dan mengamalkan nasehat para nabi. Sami'na wa atho'naa, selebihnya kami serah-kembalikan kepada Tuhan yang maha bijaksana.

Kami orang kecil tidak suka berdebat, adu akal, silat mulut apalagi perang pemikiran. Kami tidak punya hobi merasa paling benar, mudah menyalahkan, mengkafir-kafirkan, membid'ah-bid'ahkan atau menyesat-nyesatkan orang lain. Karena kami yakin bahwa hanya Tuhan yang punya data paling lengkap dan akurat mengenai hakikat kebenaran. Olehnya, yang kami lakukan hanyalah bagaimana setiap bertemu orang lain--meski berbeda-- kita bisa saling menyapa, berkenalan, saling menyelamatkan satu sama lain, saling memberi rasa aman, saling bantu, saling hibur, saling bersama dan bermesraan mempererat silaturahmi dan silaturuhani dihadapan Tuhan dan rasulNya. Sehingga, mata kami yang fakir ini selalu kami bersihkan dari kesia-siaan agar tidak buta dalam berkomunikasi dengan Tuhan. Berusaha merekrut setiap perbuatan menjadi ibadah. Begitulah kami orang kecil ini.

Akhirnya, kami akan tetap seperti ini. Menjaga kekecilan kami agar tidak menjadi besar dan sombong. Kami orang kecil ini akan terus bekerja, yang penting Tuhan setuju dan meridhoi. Pokoknya, asal Tuhan tidak marah, kami tidak peduli. Kami orang kecil akan terus bertani, berkebun, melaut, mengamen, jadi pemulung, tukang batu, mburuh, ngojek, jualan bakso, jajakan koran, atau apa saja yang halal dan thoyyiban lillahi ta'ala. Kami sudah lama berhenti menggantungkan harapan kami pada pemerintah yang terhormat. Karena sepertinya belum ada tanda-tanda Tuhan hadir dan manunggal dalam diri mereka, itu menurut bodoh kami. Tapi kami dan saya, yakin seyakin-yakinnya bahwa Tuhan punya skenario dan cara kerja yang sangat indah--meskipun misterius-- untuk memastikan keselamatan dan kebahagiaan sejati para kekasihNya yang tersebar di sela-sela bumi, wabilkhusus di Indonesia. Tanah air ibu Pertiwi. Bumi para Waliyullah. Wallohu a'lam

Jaahil murokkab

0 komentar:

Posting Komentar

Cermin

Cermin
 
© Copyright 2035 Jaahil Murokkab