Minggu, 16 Februari 2020

Surat Cinta Buat Kekasih: Pemerintah

Yang terhormat, kekasihku
Aku tulis surat ini dengan tangan berkeringat cinta dan darah
Sedang kepalaku yang pecah tergeletak di atas kuburan leluhur yang sudah tanah.
Airmataku yang terluka berceceran dimana-mana
Sekujur tubuhku terbujur, koyak-koyak sudah
Rohku masih menyala, namun jiwaku disekap entah oleh siapa
Aku sudah tak kuat menyimpan dendam yang semakin membuncah
Nasionalismeku berlumuran perih yang sangat marah
Aku gerah!
Aku tidak tahu dimana aku, aku dimana?
Aku tidak tahu bagaimana aku, aku harus bagaimana?
Mulutku disumpal, leherku dibekuk, mataku dilucut, telingaku ditusuk, otakku membusuk!
Tak ada yang bisa aku perbuat kecuali hatiku bekerja bakti,
berdoa sakti;
“Allahummahdii habiibii fainnahum laa ya’lamuun!”
(Allahku, berikanlah hidayah kepada kekasihku; pemerintah)
Lindungi kekasihku!
Jaga kekasihku!
Ampuni dosa kekasihku!
Terimalah taubat nasuha kekasihku!
Dia tidak tahu yaa Allah!
Dia sedang lupa yaa Allah!
Dia sedang terperangkap oleh setan dirinya
Dia sedang terjerat oleh iblis nafsunya
Dia sedang ditipu habis-habisan oleh dajjal syahwatnya yaa Allah!
Selamatkan kekasihku! Ya Allah!
Sayang, kekasih macam apa kau ini!
Dulu, kau sendiri yang datang menggodaku
Kau mondar-mandir tidak jelas tebar pesona kiri-kanan dihadapanku
Kau datang dengan senyum manis, petantang-petenteng dengan gaya klasik buaya daratmu
Kau tiba-tiba muncul bak jelangkung kesiangan, datang tak diundang pulang tak diantar
Kau datang sok imut dengan segala bentuk topeng pencitraan bangsatmu!
Kau datang sok pintar dengan seabrek retorika dan quotes-quotes brengsekmu!
Kau datang sok suci dengan berton-ton gombalan ilmiah kata mutiara di mulut keparatmu!
Kau datang sok negarawan dengan berkarung-karung pidato filsafat kebangsaan tailacomu!
Sayang, masih ingatkah kau wahai kekasih!
Kau pasang foto raksasamu yang tampan rupawan di pinggir jalan, di sudut-sudut strategis kota,
Dengan slogan-slogan cinta, nurani, kemanusiaan, kerakyatan, keadilan sosial, kepedulian, dan pembangunan takhayyulmu!
Semua itu kau lakukan demi agar aku melirikmu, mau mengenalmu, agar otakku membuat folder khusus untuk menerima kamu di kepalaku! Iya kan?
Dan karena bagimu itu tak cukup-cukup juga,
Maka kau kampanyekan pula cintamu itu dimana-mana!
Di jalanan, di lapangan, di rumah-rumah tuhan, di koran-koran, di radio, di televisi, di media sosial, di warung kopi, di pohon dan bahkan di hutan-hutan!
Kekasih, aku masih sangat ingat!
Waktu itu kau mendekatiku, lalu menyapaku. Kau selalu memujiku, kau menyanjungku, kau merayuku, kau membesar-besarkan kepalaku, kau sembah-sembah aku, dan bahkan kau bersumpah demi “tuhan” demi untuk agar aku menerima cintamu!
Namun aku menolakmu! Aku tidak mencintaimu! Sebab kutahu kelakuan burukmu! Ku tahu semua rencana busuk di kepalamu!
Lebih baik aku jadi perawan tua daripada aku harus dinikahi oleh orang seperti kamu!
Tapi kau terus saja menggangguku, mendatangiku, mengajak aku, mencolek-colek aku, melamar-lamar aku sebagai istrimu!
Aku jadi luluh dan merasa iba padamu
Akhirnya aku percaya kata-katamu
Aku terima segenap cintamu dengan tabah dan lugu
Dan kaupun membuktikan janji serapahmu dengan memberiku mahar yang kau depe; sarung, kompor, songkok, sejumlah uang ratusan ribu, dan entahlah!
Emangnya gue pikkiriki!
Sayang, kekasih macam apa kau ini?
Masih ingatkah kau wahai
Dulu kau tawarkan aku rumah tinggal yang aman dari pertengkaran iman
Tentram dari perkelahian ideology dan aliran-aliran
Bebas dari ormas dan pelajar-mahasiswa yang suka tawuran
Merdeka dari perang dan kezaliman si tuan fulan
Kau tawarkan aku tanah air yang selamat dari aneka ragam pertikaian
Nyaman dari segala bentuk amuk marah dan kebencian
Sentausa dari parpol dan geng-geng religius sialan
Kau sodorkan mimpi tentang baldatun thoyyibatun wa robbun ghofuur
Tapi kau sendiri yang kufur dan fir’aun!
Kau pembohong bermulut jalang! Sayang
Pemerintah! Kekasih macam apa kau ini?
Kau janjikan aku kesejahteraan, tapi kau beri aku kemelaratan
Kau bilang akan menafkahi aku, tapi de’ je’ mujampangika’ setang!
Kau katakan akan mendidik anak-anakku, tapi kau bunuh kreatifitas mereka dengan sekolah dan universitas bikinan perusahaan ilmu dan industri-industri pendidikan!
Kau buang-buang waktu mereka dengan acara televisi dan tempat-tempat hiburan!
Kau berpuisi bahwa kau sayang padaku, tapi nyatanya kau hanya sayang tubuhku saja!
Kau hanya datang bila kau perlu
Kau hanya ingin menyetubuhiku, membuang sperma abu lahabmu ke liang vaginaku lalu pergi dan menghilang!
Binatang macam apa kau ini!
Kau bersumpah untuk setia sampai mati, tapi buktinya kau selingkuhi aku setengah mati! Selingkuh dengan jabatanmu, dengan gajimu, dengan kekuasaanmu, dengan partaimu, dengan wisatawan asing, selingkuh dengan semua tetek bengek politik laknatmu!
Kau cium aku sebelum kau menamparku
Kau usap dan belai rambutku lalu kau benturkan kepalaku ke batu
Kau peluk aku dengan mesra lalu kau tikam-tikam aku dari belakang
Kau beri aku kasihsayang lalu kau perhinakan seluruh sisi kemanusiaanku
Kau kasi’ pake bajuka baru ko telanjangika’ asu!
Kekasih macam apa kau ini!
Dan aku yang bodoh ini terus saja memaafkanmu
Memaafkanmu, memaafkanmu, dan terus mendoakanmu!
“Kurang asu apalagi cintaku padamu wahai pemerintah!?”
(O Puang maraja pammase
Cau’ tongengna’ kasi’ iyya’
Idi’ mani meloki magai)

0 komentar:

Posting Komentar

Cermin

Cermin
 
© Copyright 2035 Jaahil Murokkab