Sungguh tubuh ini bersimbah air mata setelah membaca coretan di kamar kesunyian seseorang. Sekejap tumpukan kata didalamnya menyerang dan menerobos sampai ketulang igaku. menembus organ-organ tubuhku, membekukan partikel-partikel itu. Aku terdiam, dan kutancapkan mataku disela-sela tulisannya. Tak satupun dari susunan hurufnya kulewatkan. Aku terjatuh, pingsan dan tak sadarkan diri.
Ini adalah sepenggal nurani yang tertuang dalam satu wajah. Aku melihatnya mesti aku tak melihatnya. Aku merasakannya walau aku bukan dirinya. Ia adalah teman, sahabat, saudara, jiwaku. Ini adalah kisahnya, yang kupungut dari laci ruang meditasinya. Mari sejenak kita renungi....
SURAT UNTUK IBU......
Sungguh tak kuasa melihat fotomu yang selalu aku simpan, seperti sejuta kenangan yang baru saja engkau tinggalkan kemarin, meskipun 2 tahun adalah waktu yang sangat singkat dan ketika itu aku masih terlalu dini dan rapuh menerima peristiwa yang memilukan , namun masih jelas terngiang di benakku wajahmu yang tersenyum lembut meski di pembaringan kau masih setia menanti tamu yang kau muliakan.
Ya 20 tahun yang lalu tepatnya,di saat anakmu belum mengenal kata2 yang setidaknya bisa mengungkapkan rasa terima kasihnya atas ketulusan hati yang kau berikan, dan jg belum sempat mencium jari jemari yang sering engkau gunakan untuk membersihkan kotoran yang menempel di tubuh anakmu, dan disaat engkau hanya terbaring lemah menderita penyakit yg tak kunjung sembuh, dengan tatapan lesu yg sering kau layangkan ke wajahku membuatku semakin mengerti pahitnya kehidupan dimana aku harus dilahirkan..
Kini engkau benar tiada, dan itulah yang terjadi..harusnya dulu aku menatap wajahmu lebih lama agar aku bisa mengingatmu setiap saat, mestinya aku terlahir lebih awal sehingga kita bisa mengukir cerita lebih banyak yang dapat ku simpan rapi dan tak lekang oleh waktu, dan seharusnya engkau sedikit bersabar menungguku beranjak dewasa sehingga aku bisa merawatmu sekuat tenaga sampai aku sepenuhnya yakin bahwa memang benar aku memiliki sosok ibu yang sempurna seperti dirimu,ya aku selalu membanggakanmu dimanapun aku berada seperti mereka membanggakanmu dulu.. andai ibu tahu
Tidak lama lagi saya balik ke kampung halaman dimana sejarahmu tercipta di sana dan akan berkunjung ke maqammu yang telah lama kuabaikan, aku tidak membawakanmu sesuatu yang berharga kecuali doa yg tulus dari seorang anak yang mencoba wujudkan mimpimu, kini aku telah berada di paruh jalan itu, aku akan mengatakan bahwa anakmu sekarang telah sarjana , tahukah engkau hal pertama yg terlintas di benakku ketika ku dinyatakan lulus.. ? jawabannya adalah "engkau dan harapan itu" andai ibu tahu..
Dan sebenarnya yang lebih penting ingin ku katakan," jujur aku sangat membutuhkan kehadiranmu saat ini", entah apa yang membuatku bergetar ketika mengingatmu malam ini, aku ingin bercerita banyak tentang kisah kehidupanku yang remuk dan dikala aku bahagia , masikah kau sudi mendengarnya?
maafkan aku telah mengusikmu di kedamaian sana..
Abd. Waris Marsyam Cairo, 5 november 2010
Ini adalah sepenggal nurani yang tertuang dalam satu wajah. Aku melihatnya mesti aku tak melihatnya. Aku merasakannya walau aku bukan dirinya. Ia adalah teman, sahabat, saudara, jiwaku. Ini adalah kisahnya, yang kupungut dari laci ruang meditasinya. Mari sejenak kita renungi....
SURAT UNTUK IBU......
Sungguh tak kuasa melihat fotomu yang selalu aku simpan, seperti sejuta kenangan yang baru saja engkau tinggalkan kemarin, meskipun 2 tahun adalah waktu yang sangat singkat dan ketika itu aku masih terlalu dini dan rapuh menerima peristiwa yang memilukan , namun masih jelas terngiang di benakku wajahmu yang tersenyum lembut meski di pembaringan kau masih setia menanti tamu yang kau muliakan.
Ya 20 tahun yang lalu tepatnya,di saat anakmu belum mengenal kata2 yang setidaknya bisa mengungkapkan rasa terima kasihnya atas ketulusan hati yang kau berikan, dan jg belum sempat mencium jari jemari yang sering engkau gunakan untuk membersihkan kotoran yang menempel di tubuh anakmu, dan disaat engkau hanya terbaring lemah menderita penyakit yg tak kunjung sembuh, dengan tatapan lesu yg sering kau layangkan ke wajahku membuatku semakin mengerti pahitnya kehidupan dimana aku harus dilahirkan..
Kini engkau benar tiada, dan itulah yang terjadi..harusnya dulu aku menatap wajahmu lebih lama agar aku bisa mengingatmu setiap saat, mestinya aku terlahir lebih awal sehingga kita bisa mengukir cerita lebih banyak yang dapat ku simpan rapi dan tak lekang oleh waktu, dan seharusnya engkau sedikit bersabar menungguku beranjak dewasa sehingga aku bisa merawatmu sekuat tenaga sampai aku sepenuhnya yakin bahwa memang benar aku memiliki sosok ibu yang sempurna seperti dirimu,ya aku selalu membanggakanmu dimanapun aku berada seperti mereka membanggakanmu dulu.. andai ibu tahu
Tidak lama lagi saya balik ke kampung halaman dimana sejarahmu tercipta di sana dan akan berkunjung ke maqammu yang telah lama kuabaikan, aku tidak membawakanmu sesuatu yang berharga kecuali doa yg tulus dari seorang anak yang mencoba wujudkan mimpimu, kini aku telah berada di paruh jalan itu, aku akan mengatakan bahwa anakmu sekarang telah sarjana , tahukah engkau hal pertama yg terlintas di benakku ketika ku dinyatakan lulus.. ? jawabannya adalah "engkau dan harapan itu" andai ibu tahu..
Dan sebenarnya yang lebih penting ingin ku katakan," jujur aku sangat membutuhkan kehadiranmu saat ini", entah apa yang membuatku bergetar ketika mengingatmu malam ini, aku ingin bercerita banyak tentang kisah kehidupanku yang remuk dan dikala aku bahagia , masikah kau sudi mendengarnya?
maafkan aku telah mengusikmu di kedamaian sana..
Abd. Waris Marsyam Cairo, 5 november 2010

0 komentar:
Posting Komentar