Senin, 28 Oktober 2013

Lelaki dipojok

Setiap hari ia masuk dan jongkok dipojok belakang kelas
berbicara tanpa kata tanpa irama, entahlah alasannya apa
lelaki yang selalu pakai baju hitam itu mengarahkan matanya kepapan tulis
harap pandangannya menjangkau kata yang berbaris rapi di atas dinding tua
atau mungkin sebaliknya menantang tulisan dipapan itu untuk membaca dan
menulis apa isi yang ada didalam bayangan tatap kantuk matanya
kemarin ia duduk dipojok itu lalu terdiam,
tiga hari sebelumnya ia juga duduk dipojok sambil membisu
kini ia masih duduk disitu tanpa kata tanpa suara
dan tiga hari setelahnya mungkin besar ia masih dipojok itu

apa mungkin ia sedang ingin menyampaikan gelisahnya tapi tak bisa
atau jangan-jangan ia sedang merencanakan marah dan lewat itu
ia akan unjuk protesnya, entahlah

sarung matanya seolah-olah menyembunyikan pisau dendam,
yang kapan saja siap membacot objeknya
rambutnya sengaja ia gonrongkan untuk mengelabui sekitarnya
yang kemudian dipakainya menutup lubang dengar
guna menghimpun energi dan informasi kelemahan musuhnya

Orang dipojok itu semakin mengundang seribu tanya
baju kaos oblong bergambar hitam yang menggantung dibadannya,
seakan-akan bermaksud mewakili kejahatan yang menjadi niat busuknya
Celana jeans lusuh yang lututnya sobek mengurung separuh badannya
mungkin sebagai wujud lusuhnya sejarah atau sobeknya syaraf otaknya,
atau kalau boleh kutanya, apa dia akan berikan jawab seperti ini
"masih bisa dipakai kok, sayang kan kalau dibuang". ada benarnya ia,

Lelaki dipojok itu masih terus merawat diam dan dendamnya,
kuperhatikan hampir tidak pernah ia bergerak persis batu dijalan
sesekali matanya tiba-tiba saja menyala tiba-tiba padam begitu saja
disela-sela buku catatannya kalimat-kalimat liar dan garang
menyimpan seonggok misteri yang tak terpecahkan..

Lelaki dipojok itu, aku bertanya..



Tulungrejo, 29/10/2013

0 komentar:

Posting Komentar

Cermin

Cermin
 
© Copyright 2035 Jaahil Murokkab