Kamis, 30 Mei 2019

Sekali lagi, Tentang Tasawuf

Bagi kebanyakan orang, tasawuf dipahami sebagai suatu ilmu yang identik dengan perdukunan. Ajaran setan. Klenik. Sesat. Bid'ah. Kafir. Neraka. Dan silahkan anda teruskan sendiri.

Padahal, seandainya kita berendah hati dan mau berguru, mau memperluas cakrawala pengetahuan kita dan mempelajarinya dengan sabar, sungguh kita akan menyadari kebenaran bahwa tasawuf ini justru adalah kilauan mutiara yang tersembunyi di kedalaman samudra syariat islam itu sendiri. Nyawa bagi seluruh amal ibadah kita. Karena puncak tasawuf adalah syariat yang paripurna: lahir dan batin. Itu akan ditandai dengan terbitnya kebijaksanaan dan kedewasaan hidup dalam diri seseorang, sempurnanya akhlak manusia.

Tapi sayang sekali, entah siapa yang telah menyebar hoax dan membelokkan pemahaman tentang realitas tasawuf. Sehingga masyarakat kita menjadi alergi dengan tasawuf. Menganggapnya sebagai ajaran yang sesat dan menyesatkan.

Saya bersaksi bahwa tasawuf tak mengajarkan ilmu yang aneh-aneh, bisa ini itu dan sebagainya. Yang tasawuf ajarkan hanyalah cara, yaitu metode penyucian jiwa dan pembersihan hati. Itu saja. Sebagaimana menurut Imam Junaidi al-Baghdadi: “Tasawuf adalah membersihkan hati dari yang selain Allah". Melalui jalan tasawuf, kita membersihkan hati dari syirik-syirik yang tersembunyi dalam hati.

Dengan hati yang bersih itulah nanti kita akan mudah mengenal diri, tahu diri, tahu batas, tahu bagaimana kita semestinya berakhlak kepada semesta, dan tahu apa tujuan akhir dari hidup ini. Dengan jiwa yang suci, kita akan semakin yakin kepada Allah: Haqqul yakin. Semakin mantap untuk mendekat dan pasrah total menyerahkan diri kepadaNya.

Kuncinya: tekun dan istiqomah mengamalkan dzikir yang sudah diterima dari mursyidnya.

Cara yang umum dengan memperbanyak ibadah tidaklah memadai, sebab kotoran hati itu bersifat ruhani. Kotoran atau najis yang tidak nampak mata itu hanya bisa disucikan secara ruhani pula, yakni melalui metode kholwat dan dzikir khusus yang tak dijelaskan di buku-buku, di internet, atau omong-omong ustad di masjid-masjid.

Jadi, kita telah salah sangka jika selama ini memahami dan memandang bahwa tasawuf bertentangan dengan syariat islam. Justru tasawuf mengajarkan substansi dan nilai-nilai luhur islam itu sendiri.

Demikian halnya bagi orang-orang yang bertasawuf dengan niat dan tujuan untuk memperoleh kesaktian. Anda pun salah sangka. Anda salah tempat jika bertasawuf karena hendak mencari ilmu kesaktian, hendak menjadi dukun-paranormal untuk menguasai ilmu supranatural, bisa meramal, ingin kebal, bisa terbang dan atau menghilang, ingin punya kharisma dan dicintai banyak orang, ingin memperkaya diri, mengoleksi jin dan khodam, melihat dan memerintah makhluk astral, dan sebagainya. Kalau mau mempelajari yang semacam itu, ada ilmu tersendiri. Misalnya kitab Syamsul Ma'arif karangan imam Ahmad Albhuni, silahkan anda pelajari. Atau kitab Al-ajnas yang disusun oleh mentri nabi Sulaiman, Asif bin barkhiya. Itu pun mempelajarinya tetap harus dengan adab dan akhlak yang mulia. Sebab kalau tidak, ilmu itu akan disalahgunakan untuk kepentingan nafsu dunia.

Dus, kalau anda mencari ilmu semacam itu dalam semesta tasawuf, mencari kesaktian, anda tidak akan menemukannya. Tasawuf tidak mengajarkan hal-hal seperti itu. Malah Tasawuf membasmi semua kepalsuan yang seperti itu. Karena itu semua menjadi hijab atau penghalang menuju Tuhan. Wal-akhir, rendah hatilah! Seperti padi: makin berisi, makin merunduk. Seperti sufi: makin merunduk, makin berisi.

Allahumma Sholli 'Ala sayyidinaa Muhammad!

#sabdaperubahan #jaahilmurokkab #dirjawiharja #maiyah #sufinesia #sufisme #tasawuf #filsafat #caknun #gusdur #gusmus #fahruddinfaiz #nahdatululama #ngajifilsafat #rumi #ngopi #sweetness #islamliberal #islammoderat #sufikiri

0 komentar:

Posting Komentar

Cermin

Cermin
 
© Copyright 2035 Jaahil Murokkab