1. Tuhan, kalau itu baik untuk dirinya, ya sudahlah, aku pasrah. . Tapi tolong, Ajari aku cara bersabarnya ayyub. . Bimbing aku mengikhlaskannya, seperti ikhlasnya ibrahim dan ismail. . Anugrahi aku kesengsaraan yang membuatku dekat pada-Mu, aku tidak menginginkan kemewahan dan kekuasaan sulaiman, tidak juga kecerdasan musa dan kesombongannya, aku hanya merindukan kesederhanaan sosok muhammad hadir dalam diriku, aku ingin, sangat ingin. . Tuhan, berkali-kali Engkau tampar dan lemparkan aku, setiap itu pula aku terbangun bersujud, dan tersadar dari kelemahanku, aku mau lari kemana, aku lemah selemah-lemahnya, aku bersimbah air mata, aku. . .
2. Berpindah dari lelah yang satu ke lelah yang lainnya, dunia ini mempekerjakan manusia dengan gaji diterima di akhirat, lapangan kehidupan membuat kita bertumbuh dewasa secara bio-psikologis, gerakan spiritual masjid bertiup kencang bak tornado, namun demoralisasi diri merajai dunia mengapa, kapitalisme menggurita kemana-mana sampai ke desa-desa, sepertinya kita harus memukul angin dan atau membelah laut, kalau begini, mending lari ke gunung saja. .
3. Tuhan, aku datang lagi. . Walau tak berpeci tanpa sarung, jasadku penuh kotoran lumpur, hatiku keruh tak bergambar, tapi inilah aku, inilah hambamu, yang tidak meminta kemewahan, tidak mengharap pangkat, tidak berminat benda duniawi, tidak menginginkan surga, tidak mau apa-apa. . Bagiku yang melekat ditubuh ini sudah cukup, aku bahagia dengan kewarasan yang engkau pinjamkan, walau dulu kini dan mungkin seterusnya aku masih merasa paling bodoh sejagad, aku bersyukur dengan segala perangkat biologis yang engkau pasang di tubuh ini, meski sewaktu-waktu Kau akan cabut sekehendak-Mu. . Tuhan, anta maqshudy, wa ridhoka mathluuby, aku siap meninggalkan dunia, asal aku bisa bertemu kehadirat-Mu. .
4. Maafkan aku, kalau menyakiti, itu bukan maksudku, itu bukan inginku, bukan, sekali lagi bukan, kalau itu sakit, sini aku liat lukanya, akan kucari obatnya, kudoakan sembuhnya, atau kupindahkan lukanya ke tubuhku, sungguh tak kuat aku, melihatmu menangis, membuatmu bersedih, seandainya kesedihan adalah dagangan, akan kubeli ia darimu semuanya, kesimpulanku bahagiamu,
5. Malam ini, sebelum aku padam, aku terbang melayang ke langit . . Meski jasad ini tak beranjak kemana-mana, tapi pikiranku berlayar mengarungi jagad raya, menembus dimensi empirik ruang dan waktu, meski kutau itu hanya pseudo realitas dunia nyataku, kucoba menjelajahi gunung imaji yang penuh skeptisme, berharap menemukan titik tranggulasi Tuhan, aku datang seadanya, dengan hati compang-camping penuh de-estetik, kuharap Engkau sudi menerimaku sebagai tamu-Mu, meski kutau aku melanggar tata tertib yang tertempel dipintu langit-Mu, Tuhan, kuharap kumohon maklumi ketidak ada apa-apaku ini, maklumi kebukan siapa-siapaku ini, aku hanyalah hamba, Engkaulah Tuhan, yang maha tidak butuh partner, yang mengendalikan dan, yang meremote segala urusanku, berikan aku kekuatan, agar kemampuanku melawan dunia semakin subur, hingga kutualangi hidup sampai takdir terkuak, dengarlah. . Mengertilah. . .
6. Aku pergi keluar. . Sendirian bersama yg lain, mengunjungi kearifan, membesuk ketenangan seorang kawan, ialah kesederhanaan mahluk bernama gunung, Tuhan, terima kasih karena, Engkau masih berkenan menerbit-tenggelamkan matahari-Mu, Engkau masih mau menjasad-ruhkan diri ini, membiarkan udara-Mu berkeliaran disekitar batang hidungku, mengkomandoi isi bumi-langit-Mu, untuk tetap takluk berputar pada poros sunnah-Mu. . Yaa Robb, Engkaulah yang maha segala-galanya, dan akulah kekurangan segala-galanya, maka aku sangat permanen bergantung pada-Mu, semoga suatu ketika, gunung-Mu berkata. . . Ahabbakallah alladzii ahbabtanii lah. . .
7. Kesederhanaan, adalah barang mewah.. yang tak sembarang orang mampu membelinya, meski nominal untuk memiliki kesederhanaan, adalah sederhana dalam segala hal. Sesungguhnya, hidup dalam kesederhanaan itu tidak sederhana, butuh keberanian mata hati dan mata kaki untuk melaksanakannya... Maka, Beruntunglah anda yang bisa merasakannya...
8. Kasihan.. Benar-benar kasihan... Kasihan diri ini, Tiap hari hanya sibuk menjadi penjahat dan pendosa, Kasihan mulut ini, Tiap hari mengunyah dan menelan, makan minum yang haram, Kasihan telinga ini, Tiap hari kerjanya hanya mendengar gunjing dan hal sia-sia, Kasihan kaki ini, Tiap hari yang dituju adalah rumah-rumah maksiat dan sarang iblis.. Kasihan tangan ini, Tiap hari hanya dipakai mengambil benda duniawi milik orang lain.. Kasihan bibir ini, Tiap hari komat-kamit menghina, mencaci, dan membohongi orang.. Kasihan perut ini, Tiap hari di isi uang kertas hasil mencuri, menipu atau korupsi.. Kasihan otak ini, Sudah lama disekolahkan tapi hasilnya semakin bodoh dan tolol Kasihan hati ini, Tiap hari diceramahi dan dikhotbahi tapi masih mati juga... Kasihan mata ini, Tiap hari hanya melihat gambar porno dan media dosa lainnya.. Kasihan Umur ini, terhitung sejak lahir sampai sekarang semakin tidak bermanfaat.. Kasihan Saya ini, Semakin berumur semakin berlumur dosa.. Semakin dewasa semakin perkasa berlaku maksiat.. Semakin cerdas semakin tidak tau apa-apa.. Semakin tinggi sekolahnya semakin tinggi kesombongannya.. Semakin banyak temannya semakin sering juga menyakiti mereka Yaa Robb, Aku ini bagaimana? atau Aku harus bagaimana?
0 komentar:
Posting Komentar