Senin, 20 Mei 2019

Berwudhu dengan Akal sehat


"Kalau manusia tidak menjaga hati dan pikirannya untuk tetap dalam kondisi yang damai, bagaimana mungkin dunia ini bisa damai?

Karena segala jenis konflik, bencana, pertengkaran dan chaos yang terjadi di dunia ini, adalah manifestasi dari hati dan pikiran manusia itu sendiri".

Salah satu obat atau terapi untuk menjaga akal tetap sehat dan mendapatkan upgradenya, yaitu dengan belajar filsafat. Agama pun sangat mendukung kehadiran filsafat. Jauh sebelum para pilsuf melahirkan sistem-sistem filsafat dan segala metode ajakan berpikirnya, di lawhul mahfuzh, tuhan telah menuliskan: afalaa tatafakkaruun, afalaa ta'qiluun, afalaa tatadabbaruun, dan seterusnya. Yang bermakna, ajakan untuk berpikir, peringatan untuk mendayagunakan akal-akal rasional, untuk membudayakan aktivitas intelektual. Bahkan dikatakan, addiinu huwa al-aql, laa diina liman laa 'aqla lahu. Agama adalah akal, sesuatu yang sangat rasional yang mendukung dan menjunjung tinggi penggunaan rasionalitas. Tidak bisa beragama bagi mereka yang tidak berakal. Harus Aqil-baligh. Maka sebaiknya jadi pilsuf dulu, baru bisa sholat kata kyai dhofir. Heuheu

Jadi, sebelum berwudhu menggunakan air, berwudhu dulu dengan akal sehat. Karena sholat tidak diperkenankan bagi mereka yang akalnya tidak sehat.

Oleh karena itu, mengajak berfilsafat, adalah mengajak orang untuk menyempurnakan ibadahnya sekaligus mensyukuri salah-satu nikmat tuhan yang bernama akal. Sebab saripati filsafat adalah berpikir: gerak akal dari satu pengetahuan ke pengetahuan yang lain. Dari satu kebenaran kepada kebenaran yang lain. Fungsinya adalah untuk menambah perbendaharaan ilmu, mengembangkan produksi dan produktivitas nalar, serta memperluas cakrawala dan perspektif kita mengenai banyak hal dalam kehidupan. Supaya nanti diri kita tidak jumud dan gampang ngamuk setiap bertemu dengan ragam perbedaan.

Melalui kegiatan berpikir itu, kekuatan logika akan meningkat. Tapi, kita jangan sampai mabok logika hingga mati rasa. Itu namanya terjebak. Manusia akan kehilangan hati nurani, akhirnya menjadi seperti komputer atau robot. Oleh karena itu, perasaan juga sangat penting. Ia adalah hormon psikis yang memproduksi cinta dan empati kepada sesama.

Jadi, kembalilah menjadi manusia normal. Jangan bunuh salah-satunya dengan alasan apapun. Karena jika perasaan yang terlalu dominan tanpa kontrol logika, itu juga akan melumpuhkan anda. Gunakanlah keduanya sesuai dengan titik kordinat konteks ruang dan waktunya. Seperti puisi, lahir dari perasaan yang berpikir dan besar oleh pikiran yang berperasaan.

Itulah ciri manusia normal. Punya akal sehat dan hati nurani. Makhluk yang bisa merasa sekaligus bisa berpikir. Bisa?

Demikianlah angan-angan bebas saya!

Allahumma Sholli Ala sayyidinaa Muhammad!

#sabdaperubahan #jaahilmurokkab #dirjawiharja #maiyah #sufinesia #sufisme #tasawuf #filsafat #caknun #gusdur #gusmus #fahruddinfaiz #nahdatululama #ngajifilsafat

0 komentar:

Posting Komentar

Cermin

Cermin
 
© Copyright 2035 Jaahil Murokkab