Saksikanlah, karena wilayah itu diremehkan dan disepelekan, akhirnya jadi maka jadilah. Banyak orang berani menjadi ustadz, tapi tidak punya nyali untuk menjadi manusia. Banyak orang yang siap menjadi pengusaha tapi tidak siap jadi manusia. Ada yang Sukses menjadi pejabat tapi gagal jadi manusia. Dimaklumi, karena memang, menjadi manusia itu susahnya minta ampun. Butuh kesabaran yang ekstrim dan radikal untuk mencapainya. Maka beruntunglah bagi anda yang bisa menjadi seorang manusia.
Tentu saja manusia menurut saya disini berbeda dalam pandangan anda. Tidak apa-apa kita berbeda, karena perbedaan mengajari kita untuk berkenalan dan saling menghargai. Perbedaan jualah yang membimbing kita untuk bersatu dan menyatu dalam bingkai perdamaian, bukan malah bercerai-berai dan menciptakan perpecahan. Manusia yang saya maksud disini adalah manusia yang memiliki kemanusiaan. Bukan manusia-manusia-an. Bukan yang sekedar manusia, atau asal manusia. Tetapi ruh-ruh yang memiliki kesadaran makhluk-hamba-khalifah, yang siap qolu balaa syahidnaa-nya, untuk membawa dan menebar nilai-nilai universal Tuhan; kebaikan, kebenaran dan keindahan. Mereka yang siap secara lahir-bathin melakukan perjalananan spiritual- kemanusiaan di muka bumi ini, menjadi rahmatan lil'aalamiin. Menerima semua makhluk Tuhan di dunia. Oleh karena itu, bisa kita simpulkan untuk sementara bahwa yang banyak berkeliaran di planet ini sebenarnya bukanlah manusia tapi adalah makhluk yang mengaku-ngaku sebagai manusia. Atau lebih halusnya, humanisasi, makhluk yang masih sedang berproses menjadi manusia. Belum manusia.
Akhirnya, ada sebuah pertanyaan yang mungkin bisa kita jadikan bahan pemerenungan di kamar meditasi kita masing-masing, di ruang privasi kita. "Apakah kita adalah manusia yang sedang melakukan perjalanan ruhani, atau kita adalah mahkluk ruhani yang sedang melakukan perjalanan kemanusiaan di dunia ini?" Memang ini begitu sulit dan rumit, sebab untuk menemukan jawabannya dibutuhkan meditasi yang panjang, memohon pertolongan cahaya hidayah dari Allah, limpahan cahaya ilmu dari baginda Muhammad, juga bantuan ruhani dari para mursyid. Perjalanan inilah yang banyak orang enggan dan takut untuk memulainya, bahkan ada juga yang alergi dengan teori dan laku-prakteknya. Tapi itu tidak apa-apa. Sekali lagi setiap orang bebas-merdeka untuk memilih jalannya. Asal jalan yang dipilihnya itu mampu mendekatkannya pada Tuhan, bukan malah menjauhkan. Maka setiap saat sebenarnya kita harus dan terus mempertanyakan kepada diri kita, tentang segala sesuatu yang kita lakukan. Apakah yang saya kerjakan ini dicintai-diridhoi oleh Tuhan atau sebaliknya? Apakah Tuhan tidak marah kalau saya melakukan ini itu? Apakah ini sudah sesuai syariat atau tidak? Apakah saya sudah menjadi manusia atau belum? Mesti ada wawancara eksklusif terhadap diri sejati kita masing-masing. Spiritual self-interview, istilah saya.
Ada yang mengatakan, bahwa semakin banyak kita melakukan aktivitas kemanusiaan maka semakin manusialah diri kita. Aktivitas kemanusiaan disini adalah Syariat; menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi segala larangannya. Sholat adalah salah satu pelatihan paling efektif untuk menjadi manusia. Inna assholata tanhaa 'anil fahsya' walmunkar. Demikian Puasa, zakat, dzikir, membantu orang, berbakti kepada orang tua, menghormati sesama, melestarikan lingkungan, menghidupi keluarga, menyayangi binatang, menuntut ilmu, kesemuanya adalah bagian atau metodology untuk naik kelas dari makhluk ke level manusia. Kalau tidak, mohon maaf, anda tidak layak disebut sebagai manusia. Anda hanya makhluk yang menyerupai manusia. Sekali lagi ini versi saya, anda boleh mengangguk setuju atau sebaliknya menggelengkan kepala sebagai tanda lagi bingung. Syariat adalah keniscayaan. Manusia dan syariat tidak bisa dipisahkan. Jika ada manusia yang meninggalkan syariat, maka hilanglah kemanusiaannya, dan itu sama saja seperti matahari yang berhenti memancarkan cahayanya ke bumi. Apa yang terjadi? Silah didialogkan dengan diri masing-masing.

0 komentar:
Posting Komentar