Minggu, 07 Juli 2019

Ngopi Bareng Sarjana Kuburan

Salah satu kebiasaan Lacaddo' yang menjadi sorotan di mata kawan-kawannya adalah soal ziarah kubur. Dia sangat hobi mengunjungi makam orang-orang shaleh, para wali, para syuhada, leluhur dan raja-raja. Minimal sekali sebulan, dia agendakan waktunya khusus untuk ziarah kubur. Bahkan seandainya dia punya banyak uang, sudah pasti dia akan habiskan untuk mengongkosi perjalanan demi mendatangi maqam-maqam para kekasih Allah. Terutama maqam Rasulullah SAW yang paling sangat dia rindukan. Allahumma sholli ala sayyidinaa Muhammad. Shollallahu wasallam alaihi.

Dan sempat diceritakan oleh Lakudu' yang mengaku pernah menemani Lacaddo' berziarah di salah satu maqam penyebar Islam pertama di Sulawesi Selatan yang ada di daerah Tosora kabupaten Wajo. Setiba di sana, sebelum memasuki area pemakaman, Lacaddo' berwudhu dulu. Sehadirnya di sisi maqam, dia mengucap salam, sembari memeluk dan mencium batu nisan maqam. Setelah itu ia duduk seperti duduk di antara dua sujud dan memulai doa dan dzikirnya.

Ia [seperti] mengirimkan samudra fatihah. Berkali-kali fatihah dibacanya. Yang terekam di ingatan Lakudu' ada banyak nama yang keluar saat itu. Mulai dari Baginda Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya. Kepada empat malaikat; Jibril, Mikail, Israfil dan Izrail. Kepada para nabi dan Rasul, kepada sayyidina Khidir, kepada sulthonul-awliya---syeikh Abdul Qodir jaylani, kepada syaikh mursyidnya, kepada Shohibul maqam, para wali, syuhada', orang-orang shaleh, kepada para guru dan ulama', para leluhur, kedua orang tuanya, seluruh saudara dan sahabatnya, kepada semua muslim dan mukmin---baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat----dan terakhir baru untuk ruh dan jasadnya sendiri.

Dia--Lacaddo'--membunuh waktunya di depan maqam dengan mengaji sholawat at-taqwa, juga hizib, dan surah-surah tertentu. Lalu berdzikir khofi berjam-jam. Bertafakkur-tersedu-sedu. Terakhir ia tutup dengan doa. Lalu pamit sembari kembali memeluk dan mencium batu nisan itu. Kurang lebih hanya itu yang bisa diingat-ingat oleh Lakudu'. Dan itulah alasan kenapa Lacaddo' digelari sar-kub oleh kawan-kawannya. Santri kuburan. Sarjana kuburan. Ia sangat mencintai kuburan. Ia tampak damai dan sunyi hatinya saat berada di kuburan.

Demikianlah, maka tidak heran jika kawan-kawannya bertanya-tanya karena merasa heran dan kebingungan. Lakuttu curiga kalau jangan-jangan Lacaddo' sedang menjalani suatu laku tarekat. Labunrekke juga curiga mungkin ia sedang melakukan proses ritual kesaktian---sejenis ilmu hitam. Lacodding beranggapan kalau-kalau Lacaddo' sedang kena pengaruh aliran animisme---menyembah roh leluhur. Lain halnya dengan Laborti, ia curiganya tosi kalau Lacaddo' datang ke kuburan dalam rangka meminta nomor togel. Ada banyak variasi kecurigaan yang melanda fikiran mereka. Sehingga ditemani beberapa gelas kopi, malam itu akhirnya mereka tidak tahan untuk menanyakannya langsung pada yang bersangkutan.

"Caddo', meloka' makkutana". Labunrekke mewakili kawan-kawannya

"He, agaro? Ko wisseng moi, ubali motu pakkutanamu. Heheheh.."

"Itu masalah kebiasaan kamu ziarah kubur, menjadi klenik di fikiran saya, dan menjadi tanda tanya besar di kepala kawan-kawan yang lain. Tolong kamu jelaskan alasan dan kebenarannya. memangnya kamu tidak takut dituduh musyrik atau bid'ah, selalu mendatangi kuburan?"

"Hahahahahahahahah......" Lacaddo tertawa berguling-guling.

"Kami tidak butuh dengan bahak-bahakmu yang fals itu. Yang kami tunggu itu jawabanmu, eksplanasimu, penjabaranmu, pemaparanmu, dan presentasimu tentang ziarah kubur. Seriuskoje', aja' micawa bawang". Laborti mempertegas rasa ingin tahunya.

"Hahahahah... mestinya kamu tanya, memangnya tidak takut sama jin-setan dan makhluk halus lain yang ada di lingkungan perkuburan? Hahahahah..."

"Ya, kalau itu tidak usah ditanyakan, kan setannya sendiri yang takut sama kamu, takut sama mukamu yang naudzu Billah itu, heheheheh" Labunrekke mencoba mencairkan suasana yang agak tegang itu.

"Hahahaha... kamu memang ahli dalam hal memuji. Makasih pujiannya bro..."

Lacaddo memang tidak gampang dibikin tersinggung dan dibuat sakit hatinya dengan hinaan murahan. Mungkin karena sudah kebal makian. Bisa jadi karena dia sudah tidak mampu membedakan mana pujian dan mana makian. Atau bisa juga karena dia memang sudah makrifat kalau dia memang sejatinya makhluk yang hina dan rendah. Hanya Allah yang pantas dipuja dan dipuji. Maka manusia semacam Lacaddo' tidak pernah mencari penghormatan, justru dia tipe manusia yang senang saat dirinya jadi bahan tertawaan dan atau dicobi-cobi oleh orang lain. Memang tidak masuk akal manusia yang satu ini. "Hinalah daku, kau kusayang" katanya. Tidak peduli dengan pujian manusia, dan tidak susah karena ejekan manusia. Dia merdeka hidupnya, seolah-olah ia tidak pernah menempati dunia ini.

"Kalian bertanya karena ingin tahu atau ingin sekedar tahu? Ini penting, supaya saya tidak sia-sia bicara di sini. Dan itu tidak usah dijawab, cukup save dan pahami saja dalam kesadaranmu. Sekarang, bismillah semoga Tuhan berkenan memberi saya laduni untuk menjawab pertanyaan kalian itu".

Lacaddo' diam sejenak, lalu kembali melanjutkan omongannya.

"Begini bro, semua kecurigaan yang ada di benakmu itu tolong kalian ganti dulu dengan prasangka yang baik-baik. Jika perlu ubahlah menjadi doa keselamatan bagiku, insya Allah cahayanya akan terpantul masuk ke hatimu. Saya tidak sedang menjalani jenis tarekat tertentu seperti pratuduhmu, karena bagiku apa saja yang manusia lakukan di dunia ini---seperti minum kopi, memberi makan kucing, menyapa orang gila, memancing, download film, main gitar, baca puisi, memperbaiki laptop teman, menghadiri undangan, memasak, mencuci piring, menyapu halaman rumah, bernafas, berdiskusi, naik gunung, menanam pohon, membaca buku, menulis, facebookan, bbman, Googling, mengajar, maupun ziarah pusara----bagiku itu semua adalah syariat atau tarikat alias jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Asal niat, tujuan dan kesadaran kita melakukannya adalah lillahi semata. Demi Mendapatkan ridho Allah. All roads lead to Allah. Jalan menuju Allah itu sebanyak hembusan nafas manusia. Fahimtum? Argentum? Argentina. Heheheh.

"Wess... mantap nih, lanjutkan cappo'.." Labunrekke mulai terbuka pori-pori akalnya.

"Nah, mengenai ziarah kubur, memang ada di antara saudara kita yang tidak sepemahaman, bahkan di antaranya ada yang menyalahkan, menyesatkan, bid'ah teriaknya, musyrik katanya dan seterusnya. Tidak apa-apa. Silence is diamond. Heheeh"

"Saya kira, tarkul jawaabi 'alal jaahili jawaabun---bahwa tidak menjawab pertanyaan orang bodoh adalah jawabannya. Heheheheh.." Lakudu' menggerutu.

"Ais, jangangko copleber dulu Kudu', coppa' pole benrEng". Labunrekke kembali menjadi moderator. "Fokuskan telingamu sama Lacaddo'. Biar dia selesaikan kasusnya. Sekarang saya tidak sedang butuh emas maupun berlian, saya, kita semua butuh penjelasan biar tidak kurpa---kurang paham. Oleh karena itu, Caddo', jelaskan cepat kepada kita yang masih labil ilmu ini".

"Sabar son, heheeh..." Lacaddo' kembali kepembahahasan. "Ziarah maqam itu penting menurut saya. Memang ada beberapa di antara ulama yang sangat hati-hati, sangat khawatir kalau-kalau manusia salah alamat keliru tujuan, sehingga mereka memilih untuk tidak menganjurkannya. Tapi tidak sampai melarang. Sama seperti kecurigaan kalian semua. Di antaranya ada yang ke kuburan untuk pesugihan, minta kekayaan, minta ilmu kesaktian, minta nomor togel, minta hal yang aneh-aneh, ada juga yang datang menyembah-nyembah, bawa sesajen, dan seterusnya. Nah, yang begitu itulah ditakutkan oleh beberapa ulama kita. Daripada melenceng dan merusak akidah, maka mending tidak usah dilakukan kalau begitu."

"Jadi yang harus diperbaiki adalah pola pikir kita tentang kuburan. Bahwa orang yang sudah mati itu sudah tidak punya kuasa membantu atau mengabulkan permintaan kita yang masih hidup ini. Justru kitalah semestinya yang sering-sering mendoakan mereka. Kirim fatihah sebanyak-banyaknya. Dan itu sebagai bentuk kesyukuran kita atas hidup ini. Tanpa leluhur, kita tidak akan ada. Tanpa perjuangan para syuhada', kita tidak akan menikmati kemerdekaan ini. Tanpa dakwah dan bimbingan para awliya' dan ulama terdahulu, kita tidak akan mengenal Islam yang indah ini. jadi, kita berterima kasih kepada mereka semua dengan cara mendoakan mereka, juga jangan lupa untuk berusaha melanjutkan jihad-mujahadahnya. Bagaimana? Sepakat..!!?

"Ya, sepakat. Tapi belum puas", ungkap Laborti.

"Ya, kalau begitu saya coba kasi tambahan jawaban. Nabi bersabda, aktsiruu dzikra haazimillazzati; almawt----perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan, yaitu kematian. Di sini saya memahami perkataan nabi ini sebagai motivasi kehidupan. Kullu nafsin dzaaiqotul mawt----bahwa tiap-tiap yang bernyawa pasti merasakan yang namanya mati. Mau tidak mau. Suka atau tidak suka. Artinya, dengan memahami semua itu kita tidak akan menyia-nyiakan hidup yang sementara ini. Dengan misalnya berziarah ke kuburan, terutama pusara kekasih Allah, kita jadi bisa lebih mengingat mati. Dan itu ibadah. Karena dengan mengingat mati, kita akan terdorong untuk selalu berusaha memperbaiki diri, bertaubat sebanyak-banyaknya, meninggalkan maksiat, dan kembali kepada ketaatan kita kepada Allah. jadi, mengingat mati itu adalah salah-satu langkah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Bagaimana? sudah mengerti? atau masih belum puas?"

"Saya senang ziarah kemakam awliya' dan para syuhada'----sama sebagaimana yang dikatakan guru mulia habib Umar bin hafidz----bahwa dengan berziarah, itu bisa membangkitkan jiwa saya yang mati ini kepada cinta Allah. Bagi saya, mereka tetap hidup dan terus hidup dalam menyembuhkan dan menghidupkan hatiku yang mati ini. Mereka sungguh hidup. walaa tahsabanna alladziina quthiluu fisabilillah amwaatan--balhum ahyaaun 'inda robbihim yurzaquun.  Dan janganlah kamu mengira orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati--sungguh mereka hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat limpahan anugrah rezeki. Sekali lagi mereka sungguh hidup."

"Saya mengangkat tangan di depan pusara mereka memang bukan meminta apa-apa kepada mereka, tapi saya berdoa memohon kepada Allah agar saya juga dicintai Allah seperti mereka dicintai Allah. Karena di sana saya menemukan cinta dan semangat perjuangan mereka. Sehingga saya bersemangat menapak dan mengikuti jalan yang ditempuh oleh mereka. Shiroth alladziina an'amta 'alaihim. Jalan jihad dan jalur mujahadah mereka. Jalan kebenaran. Jalan cinta. Jadi, itulah cara saya mengekspresikan cintaku kepada mereka yang dicintai Allah. Lha, kok dibilang sesat, bid'ah, dan musyrik? Apakah mencintai kekasih Allah itu salah? Apakah berharap dicintai Allah itu musyrik?"

"Aku harus heran wahai saudaraku. Jika demikian, Lalu kenapa menziarahi ahli dunia, mengunjungi tempat hiburan, mall, bioskop, diskotik, lapangan bola, sirkuit balapan, hotel berbintang, gedung DPR, dan sejenisnya itu tidak dilarang, tidak dibid'ah-bid'ahkan, padahal tempat yang begitu justru potensi sesatnya jauh lebih luas, peluang musyriknya jauh lebih terbuka. Dan mendatangi tempat seperti itu bahkan malah mematikan hati. Aku harus heran wahai saudaraku. Jadi, lagi-lagi ini mengenai cara berfikir kita yang harus dibereskan dari penyakit kekerdilan dan kejumudan. Apa saja yang dapat menambah keyakinan dan kebaikan, laksanakanlah dengan penuh cinta dan jadikan ia sebagai sarana, metode, atau wasilah untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah".

"Jadi sekarang bagaimana? sudah puas? Atau jangan-jangan sudah pulas? Heheheh"

Labunrekke speechless, Laborti berkaca-kaca matanya, Laudu' tertunduk, lakuttu mengangguk-angguk, sementara Laroca' dan Lacodding masih misteri. Mereka tenggelam di dalam samudra malam yang begitu magis. Karena lama tidak ada yang menyahut, akhirnya Lacaddo' mengakhiri [bukan] ceramahnya sambil berkata:

"Ayo... ayo.... habiskan kopi cintamu. Saya mau ziarah kasur dulu. Heheheh...." [?]

0 komentar:

Posting Komentar

Cermin

Cermin
 
© Copyright 2035 Jaahil Murokkab