Rabu, 21 Agustus 2019
Browse » Home »
» Perihal Pujian
Perihal Pujian
Pujian. Apa sih itu pujian? Coba kita pikirkan dulu sebentar. Saya beri waktu lima menit. Satu menit. Dua menit. Tiga menit. Empat menit.
Ah, daripada pusing, mari kita cari tahu bersama-sama.
Pernahkah seseorang mengucap padamu kata-kata yang membuat kamu tersanjung, hatimu menjadi senang tidak karuan, di jiwamu seketika tumbuh bermekaran bunga-bunga yang beraneka warna, hormon tertentu di dalam tubuh mengalirkan sesuatu yang terasa nikmat di otakmu, nafasmu sejuk dan melegakan, lalu tiba-tiba volume kepalamu mungkin sedikit membesar bangga, dan konon kadang ada yang sampai klepek-klepek karenanya?
Nah, kalau kejadian semacam itu terjadi padamu, maka menurut saya, kamu sedang mengalami peristiwa yang sedang kita kaji dan ngaji bersama ini. Orang-orang di bumi bagian indonesia bersepakat menyebutnya sebagai "pujian". Saya sendiri lebih senang menyebutnya sebagai peristiwa "Alhamdulillah", lebih lengkapnya peristiwa "Alhamdulillahi robbil 'aalamiin. Ya, saat ada yang memuji kita, maka sadar atau tidak, tahu atau tidak tahu, mau atau tidak mau, sebenarnya itu adalah semata-mata maha-pujian kepada Allah sang pemilik segala bentuk pujian. Maka saat orang memujimu, berterima kasihlah padanya. Minimal dalam hati kalau kamu gengsi mengatakannya. Bergembiralah. Bersyukurlah. Tapi saat kamu terima pujian itu, jangan disimpan lama-lama. Setelah kegembiraanmu, segeralah kembalikan pujian itu kepada pemilik dan mahasumber dari keseluruhan-menyeluruh pujian itu; Allah. Sebab kalau pujian itu dipeluk erat dan dimasukkan terlalu rapat di dalam hati, bisa jadi ia berevolusi menjadi kebanggaan, dan kelak kebanggaan itu yang akan bertransformasi menjadi kesombongan. Dan kalau manusia sudah sombong, maka tamatlah riwayat kemuliaannya. Be careful!
After All, Pujian adalah ungkapan ketakjuban, untaian kekaguman, bentuk luapan keterpesonaan, wujud penghormatan dan pemuliaan sebagai respon positif atas kebaikan atau keindahan yang kita saksikan. Pujian atau memuji adalah pekerjaan yang mulia. Diperuntukkan untuk orang mulia, dan dilakukan oleh orang yang juga tentu mulia. Maka Berkenaan dengan soal "memuji" ini, saya teringat dengan sabda leluhur; "narEkko mupakalaq bi i padammu rupa tau, alEmu tu mupakalaq bi". Kalau engkau memuji atau memuliakan sesamamu, sungguh hakikatnya engkau sedang memuliakan dirimu sendiri. Ya, engkau sedang memuliakan pribadimu; Identitas dan personalitasmu. Bahkan keluargamu, organisasimu, negaramu, dan agamamu. Kurang lebih begitu terjemahan saya. Kurang lebihnya mohon dimaklum-maafkan.
Otherwise, perlu direnung-fikirkan, saat orang-orang memuji kita, maka berusahalah agar kita memang pantas menerima pujian itu. Saat mereka memuliakan kita, tetaplah berusaha agar kita layak mendapatkan kemuliaan tersebut. Saat mereka berbuat baik kepada kita, pastikan bahwa kita memang orang baik yang berhak atas kebaikan mereka. Semoga pujian mereka tidak salah alamat, tidak sia-sia dan tidak menjadi semacam ironi buat kita. Sebab, tidak sedikit orang yang dipuji bukan karena mereka pantas dipuji, melainkan karena orang-orang di dekatnya adalah pribadi-pribadi mulia yang tidak kikir memberikan pujian kepada siapa saja. Orang-orang yang berinteraksi dengannya baik di dunia nyata maupun maya adalah jiwa-jiwa suci yang gemar menebar cinta, menyebar kebaikan, dan tidak pernah bosan mengabar kemuliaan.
Wal-akhir, kita jangan cepat merasa mulia ketika dimuliakan. Jangan buru-buru merasa telah menjadi orang baik ketika menerima kebaikan. Jangan merasa menjadi orang terpuji ketika menerima sanjungan. Sebab, kemuliaan, kebaikan, dan sanjungan yang kita terima, bisa jadi muncul bukan dari kualitas kita, melainkan dari kualitas orang-orang hebat di luar kita. Justru merekalah sebenarnya yang mulia, yang terpuji, yang pantas menerima kebaikan itu. Dan toh kalau ditelusuri dengan sabar dan tawakkal--- sebagaimana yang saya ungkap di atas, pujian itu adalah hadiah dan anugrahNya kepada kita melalui orang-orang di sekeliling kita. Orang yang memuji kita hanyalah wasilahnya, perantara saja. Tapi hakikatnya, yang memuji dan dipuji adalah Allah. Sehingga yang sungguh layak dan yang mahapantas menerima pujian itu hanyalah Dia, Tuhan seru-sekalian alam. Demikianlah perihal ini saya sampaikan. Atas perhatiannya diucapkan Alhamdulillah. Semoga bermanfaat. Wallohu a'lam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar