Rabu, 11 Desember 2019

Pengaruh Cinta Dunia terhadap Kebangkrutan Ruhani

Setiap melihat kekayaan dan kemewahan hidup orang lain, jiwa miskin saya bergejolak berteriak-teriak, "mau dong!", "kapan ya saya bisa begitu", "kapan ya saya bisa punya ini itu juga", "kenapa ya saya tidak bisa seperti mereka", "bla bla bla". Dan itu sebenarnya biasa dan alamiah.

Semua keinginan-keinginan itu seperti oksigen yang tersedot saat bernafas, masuk melalui lubang hidung, lalu merayap naik ke kepala, kemudian meresap masuk ke otak,  menjadi pikiran, menjadi semacam file .apk, terinstal di alam bawah sadar, menjadi aplikasi beban dan jadilah masalah: tidak bahagia!

Untungnya, saya bukanlah pikiran, bahkan saya bukanlah tubuh. Saya adalah aku. Dan aku itulah diri yang sejati. Maka coba dan belajar lah, pisahkan dirimu dari panca indra dan pikiranmu. Ambillah jarak. Amatilah dengan baik. Kelak, kita melihat kalau pikiran hanyalah properti, semacam kepemilikan, atau sesuatu yang kerjanya berlalu-lalang. Datang dan pergi. Yang mana (diri) kita merdeka mengambil, menggunakannya atau tidak; menyimpan, mengumpulkannya atau membuangnya. Yang mana, semua itu sebelumnya tidak ada lalu tiba-tiba ada begitu saja. Lihatlah bagaimana pikiran bereaksi atau memberi respon terhadap sesuatu.

Sadari dan saksikan, bahwa keinginan manusia itu bersumber dari pikirannya. Tentu saja dibantu oleh panca indranya. Tapi pikiran lah yang menciptakan keinginan-keinginan dan semua fenomena perasaan yang dialami oleh manusia. Bahkan ego pun sebenarnya tidak ada. Ego hanyalah ilusi yang juga diciptakan oleh pikiran. Memang, pikiran manusia adalah teknologi yang ultra-canggih. Akan tetapi, baik-buruknya; benar-salahnya; indah-kejinya, itu semua bergantung pada kualitas hati/bathinnya.
العقل السليم من قلب سليم

Pikiran yang sehat, bersumber dari hati yang sehat. Bathin yang sakit dan lemah, akan menghasilkan kualitas pikiran yang juga lemah dan rendah. Olehnya, filsafat mengajari bagaimana manusia bersikap bijaksana dalam menggunakan pikirannya. Tasawuf hadir mengajari bagaimana manusia membersihkan hatinya dari sifat-sifat rendah atau tercela. "Keinginan adalah sumber penderitaan", kata iwan fals. Ya, betul. Tapi keinginan bersumber dari pikiran!

Saya akhirnya berhenti berpikir punya keinginan untuk kaya atau menjadi seperti orang lain. Saya syukuri dan nikmati apa yang ada dan apa yang tidak ada. Dan di saat itulah saya menyadari bahwa ternyata kehidupan ini adalah kekayaan yang tiada duanya. Hidup inilah kekayaan yang sesungguhnya. Syukur sujud Alhamdulillah.  Orang boleh bekerja keras atau bekerja cerdas, silahkan banting tulang peras keringat dan pikiran, mengumpulkan uang, menumpuk harta, berlomba mewah, membeli dan memiliki apa saja, tapi semua itu tak sanggup memberi kebahagiaan sejati. Harta benda, jabatan, kekuasaan, popularitas, kemewahan hanya memberimu kemudahan dan kenyamanan. Selama hatimu sempit dan kering dari rasa syukur, maka hidupmu akan terus berkekurangan dan tetap saja menderita. Lagi pula, selain kasih sayang dan amal kebaikan, semua tak berguna tiada arti ketika kita mati.

Ketika mati, Yang dibawa pergi dari Semesta ini bukanlah harta, materi ataupun prestasi-prestasi duniawi. Melainkan, yang dibawa adalah kualitas ruhani. Adalah ketenangan dan kekayaan jiwa. Memang, banyak harta itu mulia. Tapi itu hanya berlaku di dunia. Semua hanya sementara. Sebab bagi sang pencipta jagad raya, semua itu bukan lah apa-apa. Lebih baik dapat dunia sedikit saja. Hidup sederhana dan bersahaja. Daripada terikat dan diperbudak benda-benda. Jiwa jadi miskin. Bathin bangkrut dan menderita.

"Jangan mati-matian mengejar sesuatu yang tidak dibawa mati", kata Mbah Nun.

Tapi tunggu dulu, kita jangan bodoh dan ceroboh! kita tidak boleh anti-dunia atau benci materi. Sebab itu jelas-jelas adalah kemunafikan. Menolak uang dan kekayaan adalah salah satu dari sekian keangkuhan spiritual. Tidak demikian para nabi mengajarkan. Yang tidak diperbolehkan adalah cinta dunia yang berlebihan sehingga membuat kita takut akan kematian dan tidak rela mati meninggalkan kekayaan. Ini yang disebut dengan penyakit wahn:
حب الدنيا وكراهية الموت

Lagi pula, ini juga demi kebaikan manusia itu sendiri, agar ketika mati tidak tersiksa. Sebab hati dan pikiran yang sudah terlalu melekat dan penuh dengan materi atau urusan dunia itulah yang kelak menyusahkan manusia. Mati tapi jiwanya masih gentayangan di bumi, karena tidak siap meninggalkan semua yang (merasa) dimilikinya.

Tapi sekali lagi, mohon jangan bodoh dan ceroboh! dunia ini tetap penting dan wajib disyukuri. Dunia adalah ladang perjuangan, ruang kebaikan, sebagai tempat pengabdian. Dunia adalah masjid bagi orang-orang yang bertakwa.

Oleh sebab itu, tetaplah rendah hati dan bersahaja. Sebab mereka yang rendah hati kepada Tuhan dengan segenap jiwa, hati, pikiran dan tubuhnya adalah orang-orang yang senantiasa diberi rasa khusyuk. Kata syaikh Al-jurjani:

الخاشع هو المتواضع لله بقلبه وجوارحه

Yang paling tidak disenangi iblis adalah orang-orang kaya di dunia tapi hati dan perbuatannya tetap khusyuk kepada Allah. Orang-orang yang tangannya, pikirannya sibuk bekerja di dunia, tapi hatinya khusyuk berdzikir kepada Allah. Orang-orang yang hidupnya diabdikan untuk kemanusiaan, untuk kemaslahatan orang banyak. Orang yang hidup di dunia, sekaligus hidup di akhirat.

Dunia adalah akhirat yang disembunyikan. Akhirat itu ya dunia ini. Ya sekarang ini. Jangan tunggu mati baru masuk atau berpindah ke dimensi akhirat. Akhirat adalah alam bathiniyah: Diri kita yang terdalam.

Wahai diriku sendiri, Bacakan lah dirimu setiap hari: Innaa lillahi wa Innaa ilaihi rojiun. Nikmati hidup ini, jalani dengan kesadaran Innaa lillahi: bahwa kita bersumber dari Allah, dzat yang maha ada, abadi!
لا موجود إلا اللّٰه
Tak ada yang ada kecuali Allah yang maha ada. Maka, hakikatnya kita sebenarnya tidak ada, tapi hanya diadakan saja. Keber-ada-an/eksistensi kita hanya sementara. Jatah kita hanya sebentar. Mungkin 10, 20, 30, 40 hingga 70 tahun. Syukur dan sabar bila diberi lebih lama: 100 atau lebih. Faktanya, memang ada manusia yang kebal, tapi tak ada yang kekal.  Maka, jangan tunggu mati dulu baru taubat. Jangan tunggu hancur dulu baru insaf. Semua akan dimintai pertanggung jawabannya!

Jadi, "Ilaihi rojiun" ya bisa dilakukan sekarang. Jangan tunggu malaikat maut mencabut nyawa dulu baru ilaihi rojiun. Setiap amal perbuatan yang dibarengi dengan niat tulus lillahi ta'ala, yang dikerjakan untuk kebaikan dan kemaslahatan, dilakukan dengan penuh kesadaran bertuhan, maka itulah "ilaihi rojiun". Itulah jalan kebahagiaan sejati. Jalan yang dilalui oleh para nabi, awliya', shiddiqiin, sholihin dan semua kekasih-kekasih Allah.

Waba'du, saya teringat syair Al-Hallaj:

يا كل كلي فكن لي
إن لم تكن فمن لي

Wahai Segala dari Segala ku. Hadir lah, Temani aku. Jika Engkau tak bersamaku. Siapa lah aku ini. Apalah arti hidup ini!

Semoga seluruh makhluk berbahagia!

0 komentar:

Posting Komentar

Cermin

Cermin
 
© Copyright 2035 Jaahil Murokkab