Kamis, 02 Januari 2020

Tuhan Tak Ada Di Masjid


Apabila masjid sudah besar, megah dan indah, tidak perlu lagi untuk disumbang. Mubazir! Tentu saja ini menurut saya.

Kalau anda mau menyumbang, silahkan cari masjid yang kecil atau masjid yang masih dalam tahap pembangunan. Atau langsung saja rejeki anda itu disumbangkan kepada yang lebih membutuhkan. Uang anda langsung saja disedekahkan kepada fakir miskin atau anak-anak yatim. Akan lebih baik bila anda sendiri yang langsung menyalurkannya. Berbuat baik juga membutuhkan kecerdasan dan daya kritis. Agar anda tidak mudah dibohongi atau ditipu. Anda harus sadar bahwa banyak maling yang berpeci kebaikan dan berjubah agama di sekitar kita. Siapa sih yang tidak suka uang? Anda jangan terlalu polos, lugu dan dungu!

Dengan berat hati saya berpendapat bahwa, termasuk makruh hukumnya menyumbang masjid yang sudah jadi, masjid yang sudah selesai pembangunannya. Sekali lagi makruh hukumnya menyumbang masjid bangunannya sudah berdiri dengan kokoh, megah dan indah. Apalagi kalau ternyata kas keuangan masjidnya itu sampai milyaran atau ratusan juta di bank. Uang seperti itu sangat berpotensi dimakan setan. Anda tahu kan, di mana ada uang, di situ pasti ada setan.

Seandainya, pengelolaan keuangan masjid itu jujur, benar dan tepat, mustahil ada orang/tetangga yang susah atau miskin di sekitar masjid. Sadarlah, masjid hanya bangunan. Yang paling utama untuk diperhatikan dan disejahterakan adalah jamaahnya, masyarakat: manusianya!

Kalau memang masjidnya sudah besar, megah dan makmur, maka hentikan lah pembangunannya. Selanjutnya adalah memakmurkan jamaahnya, masyarakat dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Itulah yang terpenting.

Dosa besar bagi pengurus masjid, jika punya kas keuangan sampai ratusan juta atau bahkan mencapai milyaran rupiah, tapi ada Jamaah atau orang di sekitar masjid yang hidupnya susah, kelaparan, sakit atau sedang menderita tapi tidak dibantu.

Ingat! Masjid memang tempat berjamaah. Tapi bukan hanya untuk sholat atau dzikir Berjamaah. Tapi juga Berjamaah dalam hal menyelesaikan masalah-masalah sosial. Mengatasi persoalan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Terutama, soal kemiskinan dan kebodohan!

Masjid yang berhasil dan benar-benar berfungsi sebagai baitullah: rumah tuhan, tidak dilihat atau dinilai dari besar dan megahnya fisik bangunannya. Tidak diukur dari indah dan hebatnya arsitektur bangunannya. Masjid yang benar-benar masjid adalah yang mampu menciptakan suasana dan lingkungan surga: hidup yang harmoni dan penuh kemesraan. Masyarakat atau jamaahnya senantiasa berjamaah di mana pun, kapan pun dan dengan siapa pun. Berjamaah dalam arti yang luas dan lebih hakiki. Saling menghargai, saling menghormati, saling bantu, saling memberi rasa aman, saling mengasihi dan saling mendoakan dalam kebaikan.

Sangat tidak masuk akal bila bangunan masjid berdiri dengan megah dan indah, tetapi terlihat masih ada gelandangan, anak-anak terlantar atau pengemis di sekitarnya. Pasti ada yang tidak beres! Mustahil bila sumbangan dari Jamaah terus mengalir, bertambah setiap hari sampai kas keuangan masjidnya ratusan juta, tapi masih ada anak-anak yatim terlantar, orang-orang susah dan miskin di sekitar masjid. Uang sebanyak itu mau diapakan? Ditumpuk? Atau mau diendapkan di bank biar bunganya bisa anda petik sendiri?

Celakalah mereka yang membangun masjid! Celakalah mereka yang sholat! Yaitu orang-orang yang sholat tapi lalai. Rajin sholat dan dzikir di masjid tapi lalai. Lalai dan tidak mau membantu dan mengasihi sesamanya! Tidak peka dan tidak peduli terhadap kondisi saudara atau sesamanya. Semoga kita tidak termasuk orang-orang celaka yang termaktub dalam surah Al-Maa'uun:

اَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِۗ
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?

فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَۙ
Maka itulah orang yang menghardik anak yatim,

وَلَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِۗ
dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ
Maka celakalah orang yang sholat,

الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ
(yaitu) orang-orang yang lalai terhadap sholatnya,

الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاۤءُوْنَۙ
yang berbuat riya,

وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ
dan enggan (memberikan) bantuan.

Waba'du, saya memohon maaf bila ada kata-kata saya yang menyinggung atau bahkan melukai perasaan anda. Tidak ada maksud lain kecuali untuk sekedar menambah daftar harapan dan sekaligus sebagai penyadaran bersama. Terutama buat saya. Bahwa semestinya, masjid-masjid kita yang besar, indah, megah dan makmur itu adalah simbol yang menandakan bahwa jiwa kita besar, niat dan pikiran kita juga indah, singgasana hati kita megah dan seluruh masyarakat atau umat juga sudah merasakan keadilan yang makmur dan sejahtera. Bisakah kita sedikit saja untuk memiliki rasa malu di hadapan tuhan, memasuki masjid atau rumahNya dengan gagah dan penuh percaya diri untuk beribadah kepadaNya. Tapi di saat yang bersamaan kita melupakan kewajiban kita, yaitu membantu dan meringankan beban sesama hamba-hambaNya di luar sana yang sedang mengalami kesulitan atau di dera ujian penderitaan? Bisa?

***
Suatu ketika, usai sholat jumat
di sebuah masjid megah di kota P, saya berdoa sangat lama dan khusyuk. Berbicara dan memohon banyak hal kepadaNya: Tuhan yang maha pemurah lagi maha penyayang.
Di sela-sela doaku yang khidmat, tiba-tiba Tuhan mengetuk-ngetuk pintu lathifahku:

"wahai yang mulutnya komat-kamit berdoa minta pahala dan sibuk minta surga! Kau datang ke masjid, rumahKu, tapi sayangnya Aku tidak berada di rumahKu. Aku sedang menemani hamba-hambaKu yang kesepian. Aku sedang bersama mereka yang sakit, mereka yang lapar, yang kehujanan, yang tertimpa musibah, yang hidupnya susah, yang terlantar, yang tidak dipedulikan, yang terbuang dan mereka semua yang mengalami ketidak-adilan. Aku sedang menemani kekasih-kekasihKu itu. Kalau kau mau bertemu denganKu, datanglah! Keluarlah dari rumahku. Cari dan bantulah mereka. Hadirlah di sisi mereka. Aku senantiasa bersama mereka. Dan mereka semua selalu bersamaKu. Demikianlah kebenarannya.

Wahai orang-orang beriman, seharusnya, jiwamu lebih besar dan megah dari bangunan masjidmu!".

(Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

Cermin

Cermin
 
© Copyright 2035 Jaahil Murokkab